“Ambil ini, supaya kamu tidak sakit nanti,” kata Lila dengan suara lembut.
Arga tersenyum malu. “Terima kasih, aku tidak tahu harus bilang apa.”
Sejak hari itu, mereka mulai sering bertemu. Percakapan kecil berubah menjadi diskusi panjang tentang mimpi dan harapan. Lila kagum pada tekad Arga yang gigih, sementara Arga merasa hangat oleh perhatian Lila yang tulus.
Namun, di balik senyum itu, ada sebuah tembok yang tinggi dan tebal, bernama perbedaan status sosial, yang membatasi mereka.
Dinding Penolakan dan Luka yang Tersembunyi